Keanekaragaman
Kebudayaan Indonesia, China dan Jepang
Makalah
ini untuk melengkapi tugas Ilmu Budaya Dasar
Disusun Oleh :
Sigit Ari
Setiawan / 56415561
KELAS
1IA08
FALKUTAS
TEKNOLOGI INDUSTRI
JURUSAN
TEKNIK INFORMATIKA
UNIVERSITAS
GUNADARMA
KATA
PENGANTAR
Penulis
mengucapkan syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan nikmat
dan karunianya sehingga karya tulis ini dapat selesai dengan lancar.
Makalah
ini berisikan tentang Keanekaragaman Kebudayaan Indonesia,China dan Jepang. Makalah ini kami buat dalam rangka
memenuhi tugas mata kuliah pelajaran Ilmu Budaya Dasar.
Penulis
menyadari bahwa karya tulis ini dapat selesai dengan lancar berkat bantuan
berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Tuhan
Yang Maha Esa;
2.
Bapak Edi Fakhri selaku staff pengajar
mata kuliah Ilmu Budaya Dasar,serta berbagai pihak yang tidak bisa kami
sebutkan semua.
Penulis
menyadari karya tulis ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis
menerima segala kritik dan saran yang bersifat membangun. Akhirnya penulis
berharap karya tulis ini dapat bermanfaat untuk semua pihak khususnya
masyarakat Indonesia.
Depok, 27 April
2016
Penulis
DAFTAR
ISI
HALAMAN
JUDUL ................................................................................................................ I
KATA
PENGANTAR ............................................................................................................. 2
DAFTAR
ISI ............................................................................................................................ 3
BAB
I PENDAHULUAN ....................................................................................................... 4
I.1 Latar Belakang ........................................................................................................ 4
I.2 Rumusan Masalah ................................................................................................... 4
I.3 Tujuan Penulisan ..................................................................................................... 5
BAB
II LANDASAN TEORI ................................................................................................. 6
II.1 Definisi Budaya...................................................................................................... 6
II.2 Tadisi Pemilihan
Nama dan Tanda Tangan......................................................... 6-8
II.3 Perbandingan Ketiga Tradisi............................................................................... 8-9
II.4
Pengalaman
Unik Yang Timbul Akibat Perbedaan Budaya............................ 9-10
II.5 Pemakaian Gerak Tubuh Untuk Memberikan Penghormatan & Kasih Sayang 11-15
II.5 Pemakaian Gerak Tubuh Untuk Memberikan Penghormatan & Kasih Sayang 11-15
BAB
III PENUTUP................................................................................................................ 13
III.1 Kesimpulan.......................................................................................................... 13
III.2 Saran .................................................................................................................. 13
DAFTAR
PUSTAKA ............................................................................................................ 14
BAB
I
PENDAHULUAN
I.1
Latar Belakang Masalah
Sejarah merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari kehidupan manusia dan menjadi suatu rangkaian yang erat
sepanjang kehidupan manusia. Berkaitan dengan hal tersebut maka sejarah yang
akan dibahas dalam penulisan ini adalah yang berkaitan dengan kebudayaan,
terutama kebudayaan asing yang telah memberikan pengaruh dalam kehidupan bangsa
Indonesia dan khususnya memberikan pengaruh pada pembentukan kebudayaan
Indonesia. Sejarah memberikan pelajaran dan pengalaman untuk manusia di masa
sekarang dan di masa yang akan datang.
Dari sejarah akan dapat diketahui
kegagalan dan keberhasilan yang dialami oleh manusia dan memberikan suatu
pedoman bagi manusia di masa yang akan datang untuk lebih berhati-hati dalam
melakukan segala sesuatu agar dapat mencapai keberhasilan dan peningkatan
kualitas kehidupan. Seperti yang dikatakan filsuf terkenal dari Cina, Kong Fu
Tse yang mengatakan “Sejarah mendidik kita bertindak bijaksana”. Kebudayaan
yang dimiliki oleh bangsa Indonesia merupakan kebudayaan yang majemuk dan
sangat kaya ragamnya. Perbedaan yang terjadi dalam kebudayaan Indonesia
dikarekan proses pertumbuhan yang berbeda dan pengaruh dari budaya lain yang
ikut bercampur di dalamnya.
I.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang
tersebut, maka rumusan masalah dari makalah ini adalah :
- Apa
yang dimaksud Budaya?
- Apa
saja Tadisi Pemilihan Nama dan Tanda Tangan Indonesia, China dan Jepang ?
- Apa pula yang menjadi dampak
dari perbedaan keaneragaman budaya tersebut?
- Bagaimana menyampaikan penghormatan
dan kasih sayang berbeda budaya tersebut?
I.3 Tujuan Penulisan
Makalah
ini dimaksudkan untuk memenuhi salah
satu tugas dari mata kuliah Ilmu Budaya Dasar. Diharapkan makalah ini dapat
bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya. Tujuan yang ingin dicapai
dalam penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut:
a.
Untuk
menambah pengetahuan masyarakat Indonesia tentang keanekaragaman budaya Negara
Indonesia, China dan Jepang.
b.
Untuk mengetahui pengaruh kebudayaan
luar terhadap kebudayaan indonesia baik itu berdampak positif maupun berdampak
negatif.
BAB
II
LANDASAN
TEORI
II.1
Definisi Budaya
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki
bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi.
Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan
politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni.
Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri
manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara
genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang
berbada budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa
budaya itu dipelajari.
Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat
kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku
komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan
sosial manusia.
Beberapa alasan mengapa orang mengalami kesulitan ketika
berkomunikasi dengan orang dari budaya lain terlihat dalam definisi budaya:
Budaya adalah suatu perangkat rumit nilai-nilai yang dipolarisasikan oleh suatu
citra yang mengandung pandangan atas keistimewaannya sendiri.”Citra yang
memaksa” itu mengambil bentuk-bentuk berbeda dalam berbagai budaya seperti
“individualisme kasar” di Amerika, “keselarasan individu dengan alam” d Jepang
dan “kepatuhan kolektif” di Cina. Citra budaya yang brsifat memaksa tersebut
membekali anggota-anggotanya dengan pedoman mengenai perilaku yang layak dan
menetapkan dunia makna dan nilai logis yang dapat dipinjam anggota-anggotanya
yang paling bersahaja untuk memperoleh rasa bermartabat dan pertalian dengan
hidup mereka.
Dengan demikian, budayalah yang menyediakan suatu kerangka
yang koheren untuk mengorganisasikan aktivitas seseorang dan memungkinkannya
meramalkan perilaku orang lain.
II. 2 Tadisi Pemilihan Nama dan Tanda Tangan
1. Tradisi
Penamaan di Jepang
Nama di Jepang
terdiri dari dua bagian : family name dan first name. Nama ini harus dicatatkan
di kantor pemerintahan (kuyakusho), selambat-lambatnya 14 hari setelah seorang
bayi dilahirkan. Semua orang di Jepang kecuali keluarga kaisar, memiliki nama
keluarga. Tradisi pemakaian nama keluarga ini berlaku sejak jaman restorasi
Meiji, sedangkan di era sebelumnya umumnya masyarakat biasa tidak memiliki nama
keluarga. Sejak restorasi meiji, nama keluarga menjadi keharusan di Jepang. Dewasa
ini ada sekitar 100 ribu nama keluarga di Jepang, dan diantaranya yang paling
populer adalah Satou dan Suzuki. Jika seorang wanita menikah, maka dia akan
berganti nama keluarga, mengikuti nama suaminya. Namun demikian, banyak juga
wanita karir yang tetap mempertahankan nama keluarganya. Dari survey yang
dilakukan pemerintah tahun 1997, sekitar 33% dari responden menginginkan agar
walaupun menikah, mereka diizinkan untuk tidak berganti nama keluarga [2]. Hal
ini terjadi karena pengaruh struktur masyarakat yang bergeser dari konsep “ie”(家) dalam tradisi keluarga Jepang. Semakin banyak generasi muda
yang tinggal di kota besar, sehingga umumnya menjadi keluarga inti (ayah, ibu
dan anak), dan tidak ada keharusan seorang wanita setelah menikah kemudian
tinggal di rumah keluarga suami. Tradisi di Jepang dalam memilih first name,
dengan memperhatikan makna huruf Kanji, dan jumlah stroke, diiringi dengan
harapan atau doa bagi kebaikan si anak.
2. Tradisi
penamaan di Indonesia
Adapun masyarakat di Indonesia tidak semua suku memiliki
tradisi nama keluarga. Masyarakat Jawa misalnya, tidak memiliki nama keluarga.
Tetapi suku di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi memiliki nama keluarga. Dari nama
seseorang, kita dapat memperkirakan dari suku mana dia berasal, agama apa yang
dianut dsb. Berikut karakteristik nama tiap suku di Indonesia
§ Suku Jawa (sekitar 45% dari seluruh
populasi) : biasanya diawali dengan Su (untuk laki-laki) atau Sri (untuk
perempuan), dan memakai vokal “o”. Contoh : Sukarno, Suharto, Susilo, Joko,
Anto, Sri Miranti, Sri Ningsih.
§ Suku Sunda(sekitar 14% dari seluruh
populasi) : banyak yang memiliki perulangan suku kata. Misalnya Dadang, Titin,
Iis, Cecep
§ Suku Batak : beberapa contoh nama
marga antara lain Harahap, Nasution.
§ Suku Minahasa : beberapa contoh nama
marga antara lain Pinontoan, Ratulangi.
§ Suku Bali : Ketut, Made, Putu, Wayan
dsb. Nama ini menunjukkan urutan, bukan merupakan nama keluarga.
Selain
nama yang berasal dari tradisi suku, banyak nama yang diambil dari pengaruh
agama. Misalnya umat Islam : Abdurrahman Wahid, Abdullah, dsb. Sedangkan umat
Katolik biasanya memakai nama baptis : Fransiskus, Bonivasius, Agustinus, dsb.
3. Tradisi Penamaan di China
Sistem pemberian
sebuah nama yang baik memang perlu untuk menyesuaikan dengan makna nama, unsur
Yin dan Yang serta dibuat dengan mengikut perhitungan matematik Tiongkok kuno.
Terdapat lima
aspek penting yang perlu diberi perhatian dalam memberi nama bayi yang baru
lahir.
1.
Nama yang diberi
haruslah mengandungi maksud yang baik seperti lambang kekayaan, kemewahan dan
kesejahteraan.
2.
Bunyi nama mestilah
sedap didengar.
3.
Nama mestilah dibuat
berdasarkan kiraan matematik yaitu angka yang berhasil dan tidak bertentangan
dan yang sepadan.
4.
Nama yang diberikan
haruslah mempunyai pertimbangan unsur Yin dan Yang yang sama berat.
5. Nama mestilah mempunyai lima unsur yaitu emas, air, api,
tanah dan kayu serta saling melengkapi.
Oleh karena itu,
maka nama seorang bayi haruslah disusun secara seimbang dengan mengandung unsur
Yin dan Yang. Kegagalan memberikan nama yang baik juga akan mempengaruhi
perjalanan hidup seseorang, seperti akan ditimpa kecelakaan atau mendapat
kesejahteraan.
II.3 Perbandingan
Ketiga Tradisi
Persamaan antara kedua tradisi Jepang dan Indonesia
Baik di Jepang maupun di Indonesia dalam memilih nama (first
name) sering memilih kata yang mensimbolkan makna baik, sebagai doa agar si
anak kelak baik jalan hidupnya. Khusus di Jepang, banyaknya stroke kanji yang
dipakai juga merupakan salah satu pertimbangan tertentu dalam memilih huruf
untuk anak. Umumnya laki-laki di Jepang berakhiran “ro” (郎), sedangkan perempuan berakhiran
“ko” (子).
Sedangkan China terikat dengan
generasi,keturunan dan Marganya. Jadi orang luar
kadang-kadang sulit mengerti mengapa diambil kata-kata itu, karena ini bukan
mengikuti hukum tertentu, tapi mengikuti yang ditentukan oleh leluhurnya. Kalau
nama generasi ini habis, ada yang mengulanginya lagi, ada yang membuat nama
generasi baru.
II.4 Pengalaman Unik Yang Timbul Akibat Perbedaan Budaya
Bagi orang Indonesia yg datang di Jepang, saat registrasi,
misalnya membuat KTP sering ditanya mana yang family name, dan mana yang first
name. Hampir setiap saat saya harus selalu menjelaskan perbedaan tradisi antara
Indonesia dan Jepang, bahwa di Indonesia tidak ada keharusan memiliki family
name. Umumnya hal ini dapat difahami dan tidak menimbulkan masalah. Tetapi
adakalanya kami harus menentukan satu nama sebagai family name, misalnya saat
menulis paper (artikel ilmiah resmi), atau untuk kepentingan pekerjaan. Saat
itu saya terpaksa memakai nama “Nugroho” sebagai family name agar tidak
mempersulit masalah administrasi. Demikian juga saat anak saya lahir, kami beri
nama Kartika Utami Nurhayati. Nama anak saya walaupun panjang tidak ada satu
pun yang merupakan nama keluarga. Tetapi saat registrasi, pihak pemerintah
Jepang (kuyakusho) meminta saya untuk menetapkan satu nama yang dicatat sebagai
keluarga, karena kalau tidak akan sulit dalam pengurusan administrasi asuransi.
Akhirnya nama “Nurhayati” yang letaknya paling belakang saya daftarkan sebagai
nama keluarga. Bagi orang Jepang hal ini akan terasa aneh, karena dalam
keluarga kami tidak ada yang memiliki nama keluarga yang sama.
Masih
berkaitan dengan nama, adalah masalah tanda tangan dan inkan (stempel). Di
Indonesia dalam berbagai urusan adminstrasi formal sebagai tanda pengesahan,
tiap orang membubuhkan tanda tangan. Tanda tangan ini harus konstan. Banyak
orang yang memiliki tanda tangan berasal dari inisial nama, tetapi dengan cara
penulisan yang unik yang membedakan dengan orang lain yang mungkin memiliki
nama sama. Tanda tangan ini juga yang harus dibubuhkan di paspor saat seorang
Indonesia akan berangkat ke Jepang. Tetapi begitu tiba di Jepang, tanda tangan
yang semula memiliki peran penting, menjadi hilang perananannya. Tanda tangan
di Jepang tidak memiliki kekuatan formal. Tradisi masyarakat Jepang dalam
membubuhkan tanda tangan adalah dengan memakai inkan (stempel). Biasanya inkan
ini bertuliskan nama keluarga. Ada beberapa jenis inkan yang dipakai di Jepang.
Antara lain :
1.
“Mitomein”
(認印) dipakai untuk keperluan
sehari-hari yang tidak terlalu penting, misalnya saat menerima barang kiriman,
mengisi aplikasi.
2.
“Jitsuin”
(実印) dipakai untuk keperluan penting,
seperti membeli rumah, membeli mobil. Inkan tipe ini harus dicatatkan di kantor
pemerintahan.
3.
“Ginkoin”
(銀行印) dipakai untuk membuka rekening di
bank
“Jitsuin”
dan “ginkoin” sangat jarang dipakai dan harus disimpan baik-baik. Karena kalau
hilang akan menimbulkan masalah serius dalam bisnis.
Bagi orang asing saat masuk ke Jepang harus membuat inkan.
Untuk membuat rekening bank, kita tidak boleh memakai tanda tangan, dan harus
memakai inkan. Kecuali yubinkyoku masih membolehkan pemakaian tanda tangan.
Karena tidak punya kebiasaan tanda tangan, banyak maka orang Jepang kalau
diminta untuk menanda tangan (di paspor misalnya), umumnya mereka menuliskan
nama lengkap mereka dalam huruf kanji. Barangkali karena inilah maka kalau saya
diminta seorang petugas pengiriman barang, untuk membubuhkan tanda tangan
sebagai bukti terima, dia berkata “tolong tuliskan nama lengkap anda”, padahal
itu di kolom signature. Sepertinya untuk mereka, tanda tangan sama dengan
menulis nama lengkap.
Budaya china terkenal di Negara kita
Indonesia Dagang,
uang,uang,uang,bisnis,usaha, lalu kaya, kata- kata yang identik dengan
orang-orang China. Mereka rajin-rajin dalam usaha, rajin menabung dan sabar
sampai akhirnya mereka kaya. Walaupun hanya bisnis kecil, mereka akan tetap
menjalankannya. Sampai ada pepatah orang China “Jangan takut saat berjalan
pelan, tetapi takutlah saat anda diam” Sebelum mereka berhasil, mereka tidak
akan makan makanan lain selain nasi dan tahu. Tentu kita bisa lihat dari
penduduk Tiong Hoa sekarang atau tanyakan pada generasi sebelum kita bagaimana
kehidupan para keturunan ini. Dari hasil keuntungan usaha mereka, mereka akan
menabungnya sampai cukup besar. Bukan untuk bersenang-senang tapi untuk
merperluas usaha mereka. Baru sampai mereka rasa cukup, mereka akan
bersenang-senang. Tentu saja rumus usaha ini membuat mereka terlihat lebih
sukses dibanding kita, penduduk pribumi tanah ini.
II.5
Pemakaian Gesture/Gerak Tubuh Untuk Memberikan Penghormatan
dan Kasih Sayang
Salah satu topik menarik untuk
dibahas adalah bagaimana memakai bahasa tubuh untuk mengungkapkan penghormatan.
Jepang,China dan Indonesia memiliki cara berlainan dalam mengekspresikan terima
kasih, permintaan maaf, dsb.
Ojigi
Dalam budaya Jepang ojigi adalah cara menghormat dengan membungkukkan badan, misalnya saat mengucapkan terima kasih, permintaan maaf, memberikan ijazah saat wisuda, dsb. Ada dua jenis ojigi : ritsurei (立礼) dan zarei (座礼).
Dalam budaya Jepang ojigi adalah cara menghormat dengan membungkukkan badan, misalnya saat mengucapkan terima kasih, permintaan maaf, memberikan ijazah saat wisuda, dsb. Ada dua jenis ojigi : ritsurei (立礼) dan zarei (座礼).
Ritsurei adalah ojigiyang dilakukan sambil berdiri. Saat melakukan ojigi, untuk pria biasanya sambil menekan pantat untuk
menjaga keseimbangan, sedangkan wanita biasanya menaruh kedua tangan di depan
badan. Sedangkan zarei adalah ojigi yang dilakukan sambil duduk. Berdasarkan
intensitasnya, ojigi dibagi menjadi 3 : saikeirei (最敬礼), keirei (敬礼), eshaku (会釈). Semakin lama dan semakin dalam
badan dibungkukkan menunjukkan intensitas perasaan yang ingin
disampaikan. Saikeirei adalah level yang
paling tinggi, badan dibungkukkan sekitar 45 derajat atau lebih. Keirei sekitar 30-45 derajat, sedangkan eshaku sekitar 15-30 derajat. Saikeirei sangat jarang dilakukan dalam
keseharian, karena dipakai saat mengungkapkan rasa maaf yang sangat mendalam
atau untuk melakukan sembahyang. Untuk lebih menyangatkan, ojigi dilakukan berulang kali. Misalnya saat ingin
menyampaikan perasaan maaf yang sangat mendalam. Adapun dalam budaya Indonesia,
tidak dikenal ojigi.
Jabat tangan
Tradisi jabat tangan dilakukan baik di Indonesia maupun di
Jepang melambangkan keramahtamahan dan kehangatan. Tetapi di Indonesia kadang
jabat tangan ini dilakukan dengan merangkapkan kedua tangan. Jika dilakukan
oleh dua orang yang berlainan jenis kelamin, ada kalanya tangan mereka tidak
bersentuhan. Letak tangan setelah jabat tangan dilakukan, pun berbeda-beda. Ada
sebagian orang yang kemudian meletakkan tangan di dada, ada juga yang
diletakkan di dahi, sebagai ungkapan bahwa hal tersebut tidak semata lahiriah,
tapi juga dari batin.
Cium tangan
Tradisi cium tangan lazim dilakukan sebagai bentuk
penghormatan dari seorang anak kepada orang tua, dari seorang awam kepada tokoh
masyarakat/agama, dari seorang murid ke gurunya. Tidak jelas darimana tradisi
ini berasal. Tetapi ada dugaan berasal dari pengaruh budaya Arab. Di Eropa
lama, dikenal tradisi cium tangan juga, tetapi sebagai penghormatan seorang
pria terhadap seorang wanita yang bermartabat sama atau lebih tinggi. Dalam
agama Katolik Romawi, cium tangan merupakan tradisi juga yang dilakukan dari
seorang umat kepada pimpinannya (Paus, Kardinal). Di Jepang tidak dikenal
budaya cium tangan.
Cium pipi
Cium pipi
Cium pipi biasa dilakukan di Indonesia saat dua orang
sahabat atau saudara bertemu, atau sebagai ungkapan kasih sayang seorang anak
kepada orang tuanya dan sebaliknya. Tradisi ini tidak ditemukan di Jepang.
Sungkem
Tradisi sungkem lazim di kalangan masyarakat Jawa, tapi mungkin tidak lazim di suku lain. Sungkem dilakukan sebagai tanda bakti seorang anak kepada orang tuanya, seorang murid kepada gurunya. Sungkem biasa dilakukan jika seorang anak akan melangsungkan pernikahan, atau saat hari raya Idul Fitri (bagi muslim), sebagai ungkapan permohonan maaf kepada orang tua, dan meminta doa restunya.
Tradisi sungkem lazim di kalangan masyarakat Jawa, tapi mungkin tidak lazim di suku lain. Sungkem dilakukan sebagai tanda bakti seorang anak kepada orang tuanya, seorang murid kepada gurunya. Sungkem biasa dilakukan jika seorang anak akan melangsungkan pernikahan, atau saat hari raya Idul Fitri (bagi muslim), sebagai ungkapan permohonan maaf kepada orang tua, dan meminta doa restunya.
Penghormatan dewa-dewi
Dewa-dewi
dalam kepercayaan tradisional Tionghoa tak terhitung jumlahnya, ini tergantung
kepada popularitas sang dewa atau dewi. Mayoritas dewa atau dewi yang populer
adalah dewa-dewi yang merupakan tokoh sejarah, kemudian dikultuskan sepeninggal
mereka karena jasa yang besar bagi masyarakat Tionghoa di zaman mereka hidup.
Penghormatan leluhur
Penghormatan
kepada nenek moyang merupakan intisari dalam kepercayaan tradisional Tionghoa.
Ini dikarenakan pengaruh ajaran Konfusianisme yang mengutamakan bakti kepada
orang tua termasuk leluhur jauh.
Baik budaya Jepang, China maupun
Indonesia memiliki keunikan tersendiri dalam mengekspresikan rasa hormat, rasa
maaf. Jabat tangan adalah satu-satunya tradisi yang berlaku baik di
Jepang,China maupun Indonesia. Kesalahan yang sering terjadi jika seorang
Indonesia baru mengenal budaya Jepang adalah saat melakukan ojigi, wajah tidak
ikut ditundukkan melainkan memandang lawan bicara. Hal ini mungkin terjadi
karena terpengaruh gaya jabat tangan yang lazim dilakukan sambil saling
berpandangan mata. Kesalahan lain yang juga sering terjadi adalah
mencampurkan ojigi dan jabat tangan. Hal
ini juga kurang tepat dipandang dari tradisi Jepang.
BAB
III
PENUTUP
III.1
Kesimpulan
Perbandingan
budaya antara Indonesia, China dan Jepang bermanfaat untuk mengetahui pola
berfikir bangsa Indonesia,Chinia dan bangsa Jepang. Salah satu kesulitan
utamanya adalah perbedaan karakteristik ketiga bangsa: bangsa Jepang relatif
homogen, sedangkan bangsa Indonesia sangat heterogen. Karenanya, perbandingan
akan lebih mudah jika difokuskan pada satu suku bangsa di Indonesia. Misalnya
budaya Jepang dengan budaya Jawa Tengah, atau budaya Jepang dengan budaya
Sunda. Hal ini menggiring kita pada pertanyaan berikutnya : apakah bangsa
Indonesia memiliki budaya nasional ? Ataukah budaya nasional itu tidak lain
adalah kumpulan dari warna-warni budaya suku bangsa kita ? Ini merupakan
pertanyaan yang tidak mudah untuk dijawab, dan menarik untuk dianalisa lebih
lanjut.
A.
Saran
Perbedaan merupakan
keniscayaan yang mesti dan harus diterima oleh semua orang dalam kehidupannya.
Fakta menunjukkan bahwa manusia memang makhluk unik dan khas. Keunikan dan
kekhasan ini dalam konteks bernegara, berbangsa, dan bermasyarakat akan
menimbulkan keragaman kebudayaan disetiap negara. Keragaman ini yang
ditunjukkan terdiri atas beragam etnis, agama, dan bahasa. Keanekaragaman yang
ada di era globalisasi ini sebaiknya menganut kebudayaan yang positif untuk
masyarakat Indonesia sungguh merupakan tantangan yang menuntut upaya sungguh-sungguh
dalam bentuk transformasi kesadaran multikultural.
DAFTAR
PUSTAKA
Osamu Ikeno, The Japanese Mind:
Understanding Contemporary Culture, Tuttle Pub., 2002.
http://jhuenhyie.blogspot.co.id/2013/04/budaya-cina.html
http://sigitarisetiawan.blogspot.co.id/2016/04/keanekaragaman-kebudayaan-indonesia.html